UUD 1945
merupakan hukum dasar tertulis yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam
penyelenggaraan negara. UUD 1945 adalah produk hukum yang disusun oleh Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan kemudian
ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus
1945. Pada saat ini UUD 1945 telah mengalami empat kali amandemen (pengubahan)
yang dilakukan oleh MPR. Sistematika UUD 1945 terdiri atas Pembukaan dan Batang
Tubuh. Batang Tubuh terdiri atas 16 bab, 37 pasal dengan 36 pasal tambah an, 3
pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan. Pasal-pasal dalam UUD 1945
memuat aturan-aturan pokok bernegara dan dijabarkan kembali dengan peraturan
lain yang lebih rendah. UUD 1945 menempati kedudukan tertinggi sebagai hukum di
Negara Indonesia
BAB 3
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 9
Bunyi Pasal 9 Sebelum Amandemen
Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baik-nya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
Janji Presiden (Wakil Presiden) :
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
Bunyi Pasal 9 Setelah Amandemen
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
Janji Presiden (Wakil Presiden) :
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.
Sumpah/Janji Presiden
dan/atau Wakil Presiden
Sebelum diubah ketentuan yang mengatur sumpah/janji Presiden dan/atau Wakil Presiden diatur dalam satu pasal, yaitu Pasal 9 tanpa ayat. Setelah diubah, ketentuan itu menjadi Pasal 9 dengan dua ayat, yaitu ayat (1) dan ayat (2).
Sebelum diubah ketentuan yang mengatur sumpah/janji Presiden dan/atau Wakil Presiden diatur dalam satu pasal, yaitu Pasal 9 tanpa ayat. Setelah diubah, ketentuan itu menjadi Pasal 9 dengan dua ayat, yaitu ayat (1) dan ayat (2).
Penjelasan Pasal 9
Perubahan yang dilakukan pada
ketentuan pasal ini adalah menambah satu ayat, yakni ayat (2). Penambahan ayat
itu dimaksudkan untuk menghin-darkan terjadinya problem ketatanegaraan apabila
MPR atau DPR karena satu dan lain hal tidak dapat menyelenggarakan sidang,
ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
ditambah dengan memasukkan rumusan: Jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan
sidang maka Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan
MA.
Dengan penambahan ayat (2) tersebut, naskah sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden menjadi ayat (1).





0 komentar:
Post a Comment